PERBEDAAN PENDEKATAN HAKIM DALAM SENGKETA AKAD MUDHARABAH: STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

Authors

  • Irsan Taufik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstract

Abstrak

Praktik akad mudharabah sebagai salah satu instrumen ekonomi syariah sering menjadi objek sengketa yang diadili di Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Negeri (PN) di Indonesia. Kedua lembaga ini memiliki pendekatan hukum yang berbeda, di mana PA cenderung menggunakan sumber hukum syariah seperti Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), sedangkan PN mengacu pada hukum positif seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Perbankan Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan penggunaan dan penafsiran sumber hukum oleh hakim PA dan PN dalam menyelesaikan sengketa akad mudharabah, serta implikasinya terhadap kepastian hukum dan penerapan prinsip syariah. Dengan menggunakan pendekatan komparasi hukum, penelitian ini menemukan bahwa PA lebih fokus pada keadilan substantif berdasarkan maqashid syariah, seperti pelindungan terhadap harta (hifdzul maal) dan pelaksanaan akad yang bebas dari unsur gharar dan riba. Di sisi lain, PN menitikberatkan pada keabsahan kontrak secara formal dan pemulihan kerugian material. Perbedaan pendekatan ini menciptakan potensi disharmoni hukum yang berdampak pada kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, diperlukan upaya harmonisasi antara hukum syariah dan hukum positif, seperti integrasi fatwa DSN-MUI ke dalam regulasi nasional dan pelatihan hukum syariah bagi hakim PN. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman lebih dalam tentang dinamika sistem hukum dualisme di Indonesia dan menawarkan rekomendasi untuk meningkatkan konsistensi penerapan hukum syariah dalam sistem peradilan.

Kata Kunci: komparasi hukum, maqashid syariah, mudharabah, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri.

 

Abstract

The practice of mudharabah contracts as one of the sharia economic instruments is often the object of disputes tried in the Religious Courts (PA) and District Courts (PN) in Indonesia. These two institutions have different legal approaches, where PA tends to use sources of sharia law such as the Compilation of Sharia Economic Law (KHES) and fatwas of the National Sharia Council-Indonesian Ulema Council (DSN-MUI), while PN refers to positive law such as the Civil Code (KUHPerdata) and the Sharia Banking Law. This study aims to analyze the differences in the use and interpretation of legal sources by PA and PN judges in resolving mudharabah contract disputes, as well as their implications for legal certainty and the application of sharia principles. Using a comparative legal approach, this study found that PA focuses more on substantive justice based on maqashid sharia, such as protection of assets (hifdzul maal) and the implementation of contracts that are free from elements of gharar and usury. On the other hand, the PN emphasizes the formal validity of the contract and the recovery of material losses. This difference in approach creates the potential for legal disharmony that has an impact on legal certainty for the disputing parties. Therefore, efforts are needed to harmonize sharia law and positive law, such as the integration of DSN-MUI fatwas into national regulations and sharia law training for PN judges.  This study contributes to a deeper understanding of the dynamics of the dualism legal system in Indonesia and offers recommendations to improve the consistency of the application of sharia law in the judicial system.

Keyword: comparative law, maqashid sharia, mudharabah, Religious Court, Court.

Downloads

Published

2025-06-10

Issue

Section

Volume 7 Nomor 1 Juni 2025