AKAD BA’I TAWARRUQ DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA MENURUT PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH

Authors

  • Hikmah Hikmah Universitas Islam Negeri Palangka Raya
  • Tri Hidayati Universitas Islam Negeri Palangka Raya

DOI:

https://doi.org/10.24252/iqtishaduna.v7i1.58269

Abstract

Abstrak

Artikel ini membahas akad bai’ at-tawarruq dalam lembaga keuangan syariah dari perspektif fiqih muamalah. Tawarruq, yang berarti mencari likuiditas, merupakan transaksi jual beli di mana seseorang membeli barang secara kredit, lalu menjualnya kembali secara tunai kepada pihak ketiga. Meskipun di beberapa negara seperti Malaysia, tawarruq digunakan dalam perbankan syariah, di Indonesia akad ini masih diperdebatkan dan belum diizinkan karena dikategorikan sebagai transaksi yang cenderung makruh bahkan haram oleh sebagian ulama. Artikel ini menelaah dasar hukum tawarruq, jenis-jenisnya (tawarruq hakiki dan tawarruq al-munazzam), serta pendapat para ulama, DSN MUI, dan Fiqh Mualamah mengenai hukumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik library research atau penelitian pustaka. Data penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari jurnal ilmiah dan artikel dari penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik yang diteliti. Akad bai’ at-tawarruq merupakan bentuk transaksi yang cukup rumit dan masih menjadi perdebatan dalam praktik perbankan syariah di Indonesia.Perbedaan pandangan di kalangan ulama dari berbagai mazhab fiqih mencerminkan kompleksitas dalam menetapkan hukumnya. Oleh karena itu, penerapan tawarruq di Indonesia harus mengedepankan prinsip transparansi serta mencegah kemungkinan penyalahgunaan yang dapat menyerupai praktik riba. Diperlukan kajian yang lebih mendalam guna menemukan pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah dan kebutuhan perkembangan industri perbankan syariah nasional. Pendekatan yang menyeluruh dan seimbang antara sisi kemaslahatan dan kerugian menjadi sangat penting dalam menentukan posisi tawarruq dalam sistem keuangan syariah Indonesia.

Kata Kunci: Akad ba’i tawarruq, hukum akad ba’i tawarruq, lembaga keuangan syariah

 

Abstract

This article discusses the bai' at-tawarruq contract in Islamic financial institutions from the perspective of fiqh muamalah. Tawarruq, which means seeking liquidity, is a sale and purchase transaction in which a person buys goods on credit and then resells them in cash to a third party. Although in some countries such as Malaysia, tawarruq is used in Islamic banking, in Indonesia this contract is still debated and not permitted because it is categorized as a transaction that tends to be makruh and even haram by some scholars. This article examines the legal basis of tawarruq, its types (tawarruq hakiki and tawarruq al-munazzam), as well as the opinions of scholars, DSN MUI, and Fiqh Mualamah regarding its law. The research method used in this research is a descriptive qualitative approach with library research techniques. This research data is secondary data sourced from scientific journals and articles from previous research that are relevant to the topic under study. The bai' at-tawarruq agreement is a complicated form of transaction that is still debated in Islamic banking practices in Indonesia. The differences in views among scholars from various schools of fiqh reflect the complexity in determining the law. Therefore, the application of tawarruq in Indonesia must prioritize the principle of transparency and prevent the possibility of misuse that can resemble usury practices. A more in-depth study is needed to find an approach that is in accordance with sharia values and the needs of the development of the national Islamic banking industry. A comprehensive and balanced approach between the benefits and disadvantages is very important in determining the position of tawarruq in Indonesia's Islamic financial system.

Keywords: Ba'i tawarruq contract, law of ba'i tawarruq contract, Islamic financial institutions

Downloads

Published

2025-08-11

Issue

Section

Volume 7 Nomor 1 Oktober 2025